portofolio

Being Happy by Distracting Unhappiness

Hai, setelah beberapa kali mencoba, akhirnya gue balik nulis lagi. Tentu nggak mudah, apalagi tema yang sekarang gue bahas adalah “Bahagia Dengan Caraku Sendiri” padahal gue sebenarnya tidak begitu baik-baik saja (efek pandemi). Maju-mundur buat ikutan kompetisi dari Satu Persen ini tapi ya, akhirnya gue mutusin buat coba in last minute.

Barusan gue bilang bahwa gue sedang tidak baik-baik saja. Tapi tidak baik-baik saja saat ini bukan berarti hidup gue keseluruhan itu jadi nggak bahagia ya. Enggak kok. Secara umum, hidup gue sebenernya masih adem ayem aja. Masih menyenangkan juga (gue masih bisa makan, tertawa, masih bisa diajak mikir dan sosialisasi. That’s enough right?) Cuma, belakangan gue sadar bahwa kesenangan, ketenangan, dan keceriaan yang hadir di hidup gue ini gampang banget ke-distract sama hal-hal yang tidak menyenangkan. Beberapa masalah dan hal-hal tidak menyenangkan yang menjadi distraction ini pada akhirnya membuat gue melihat seolah-olah hidup gue nggak lagi menyenangkan.

Seringkali, gue overthinking dalam merespon (lebih…)

Rangkaian Teka-Teki

“So verily, with the hardship, there is relief. Verily, with the hardship, there is relief.”

– QS. Al Insyirah : 5 – 6

IMG_20150423_060340

Yang bikin jatuh cinta sama kamar asrama : kalau bangun tidur nengok samping, langsung ngadep ke jendela yang ke arah timur, jadi bisa lihat sunrise :’) Tinggal di asrama dari awal matrikulasi sampai akhir semester 2.

Pasti kita pernah ngrasa bete gegara rencana kita nggak berjalan sesuai harapan. Apa yang kita mau pokoknya nggak sesuai aja. Kita ngrasa kayaknya hidup dan dunia ini nggak berpihak sama kita. Ah bikin galau deh! Terus nyanyi lagunya Simple Plan, “HOW COULD THIS HAPPEN TO ME???!!!” kkkk

Tapi kita nggak boleh lupa satu hal : Apapun yang terjadi adalah yang terbaik menurut kehendak Tuhan. Sebaik-baiknya rencana manusia, rencana Tuhan yang paling baik. Hal yang menurut kita jelek karena nggak sesuai sama harapan kita kok malah yang dibilang paling baik sih? Baiknya tu di mana? Emang salah gue apa kok bisa kena nasib gini? Kenapa harus gue yang ngalami? Seringnya kita mikir gitu.

Pertanyaan dalam pikiran itu lama-lama jadi teka-teki. Menurut gue sih hidup memang teka-teki. Tapi kalau kita peka dan sabar, sebenernya jawaban dari teka-teki itu kadang sederhana dan nggak jauh-jauh banget dari kita kok. Contohnya seperti salah satu pengalaman gue ini.

Jadi, syukur alhamdulillah gue keterima kuliah di IPB lewat jalur SNMPTN (commonly known as jalur undangan). Seneng? Pasti! Tapi ada beberapa hal yang ternyata meleset lumayan jauh dari ekspektasi. Awalnya gue seneng emang, bisa masuk kuliah ta (lebih…)

From “Emang IPB ada jurusan komunikasinya?” to “Kenapa sarjana pertanian kebanyakan jadi pegawai bank?”

Halo, halo. Long time no post. So long. Sedang meratapi sisa liburan yang selalu terasa kurang. Frasa easy come easy go never match to my holiday. My holiday NOT EASY come but easy go. Tapi Alhamdulillah semester 5 yang kejam akhirnya terlalui juga. Semoga semester 6 lebih jinak, aamiin.

Ngomong-ngomong soal kuliah, ada beberapa hal yang sebenernya sepele, tapi rada nggak sreg di hati juga kalau dibiarin terus. Jadi di post ini akan membahas beberapa hal itu dan klarifikasinya. Semoga banyak yang baca biar tidak timbul hal-hal kurang sreg lainnya ya hihi…

1. Emang di IPB ada jurusan komunikasi?

A: Kuliah di mana?

B: IPB

A: Oh, jurusan?

B: Komunikasi dan pengembangan masyarakat.

A: *ekspresi nggak ngerti + meragukan* Emang di IPB ada jurusan komunikasi?

B: *disabar-sabarin, pasang senyum tabah sebaik mungkin* Ada kok. Emm dulunya lebih dikenal ilmu penyuluhan.

Aku yakin paling tidak ada 90% mahasiswa/alumni jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (disingkat SKPM), pasti pernah mengalami percakapan serupa di atas. Termasuk aku. Pas semester awal sih happy-happy aja ya ngejelasinnya. Secara pas ngejelasin ada rasa-rasa bangga habis diterima di salah satu kampus favorit di Indonesia. Tapi kalo udah masuk semester 6 (yang aku bilang kejam tadi) masih aja dapet pertanyaan gitu, itu rasanya…. Beda cuy, beda. Ada rasa capeknya dikit. Dikit banget tapi, beneran deh. Like, “Etdah selama ini gue udah berjuang mati-matian sampe sejauh ini tapi masih aja yang meragukan eksistensi jurusan gue?” Tapi habis itu tetep berusaha jelasin. Itung-itung promosi jurusan sendiri ye kan…

Klarifikasi:

Emang di IPB ada jurusan komunikasi?

Jawabannya: Ada, di IPB ada jurusan komunikasi. Baik di D3 maupun S1.

(lebih…)

The Mahuzes

The_Mahuzes.jpg
Picture from here.

Bismillah

Assalamualaikum…

So this is actually essay for my Sosiologi Perdesaan- task. But somehow I want to publish it here. It tells about story from documentary moviep “The Mahuzes” by Watchdoc. Mahuze is one of clan from Malind ethnic group in Papua which is affected by impact of MIFEE’s (Merauke Integrated Food and Energy Estate) implementation.

PS : I am just an amateur and The Mahuzes is worth enough to watch. ‘Cause it reminds us something that Indonesian almost forget : Although we are one, we aren’s the same. (Btw asli ini bukan kampanye ya -___-) Lets check this out 😉

(lebih…)